Tuesday, May 8, 2007

Tegas bukan berarti keras...

Surfing diinternet hari ini setidaknya sedikit menjawab beberapa pertanyaan yang sempat menggantung diantara ruang-ruang hemisphere otakku pun sekaligus menghadirkan beberapa pertanyaan baru yang tidak kalah complicated-nya dengan pertanyaan-pertanyaan terdahulu.
Satu tanya yang paling sering muncul adalah: mengapa umat islam sangat sering menyalahkan satu sama lain? seolah merasa dirinya atau golongannya paling benar?apakah ini merupakan perpecahan? Silahkan simak argument K.H.A.Mustofa Bisri mengenai hal ini dalam sesi wawancara dengan salah satu radio swasta di Indo.

Tegas itu berbeda dengan keras. Kadang, kita tidak bisa membedakan antara tegas dengan keras. Tegas oke, tapi keras nanti dulu! Nabi Muhammad itu tegas sekali, tapi tidak ada yang mengatakan beliau itu keras, tapi lemah lembut.

Ada beberapa faktor penyebab keragaman dalam keberagamaan itu: Pertama, taraf pengetahuan dan pemahaman orang terhadap Islam itu sendiri berbeda-beda. Kedua, semangat masing-masing juga berbeda. Dan yang lebih penting lagi, ketiga, karena sistem kehidupan kita selama ini tidak memungkinkan untuk berpikir serius, terutama tentang perilaku yang ideal dalam beragama. Jadi, semuanya mengalir saja seperti aliran air. Kehidupan ini diikuti begitu saja, tanpa dipimpin oleh pedoman-pedoman yang dianut. Faktor pendidikan memberi pengaruh terhadap pengetahuan, pemahaman dan cara pandang seseorang akan sesuatu. Bangsa kita ini terbiasa menganut suatu prinsip yang lantas dianggap sudah final dan sudah benar. Akibatnya, kita tidak punya semangat untuk mendalami lagi.
Mengenai istilah islam keras, moderat atau lemah, Pak kyai ini punya pandangan sendiri. Beliau menganggap itu hanya kebiasaan kita saja karena pada dasarnya bangsa kita suka membikin istilah, sampai pusing sendiri. Kenapa tidak Islam titik saja? Kenapa bisa begitu? Ada memang alasan akademiknya. Orang terbiasa melihat Islam dari cerminan penganutnya; bukan pada Islam itu sendiri. Memang, lebih mudah melihat umat Islam ketimbang memahami Islam itu sendiri. Karena, memahami Islam itu, butuh keluar keringat, pemikiran dan lain sebagainya. Kita terlanjur tidak terbiasa begitu. Kita terbiasa instant, dan mengikuti saja. Mana yang cocok dengan temperamen saya, saya ikut! Mempelajari Islam itu, butuh enerji dan perjuangan yang tak terhingga.
Kategorisasi ini bisa berdampak positif pun negatif. Tergantung yang melihat. Kalau yang melihat sudah mengerti Islam, biasa-biasa saja. Kadang, kita harus memahami bahwa pengetahuan orang ini memang hanya segitu. Bagi orang yang sudah mengerti Islam, gejala-gejala yang terlihat tidak positif pada orang muslim, hendaknya didoakan semoga mereka tidak mandek dalam capaian pengetahuannya. Kadang orang mandek karena merasa apa yang ia peroleh sudah paripurna: Ilmunya tentang Islam dianggap sudah pas, lantas menjajakan bentuk yang sudah dia pilih itu ke mana-mana. Sementrara, yang lain dianggap keliru semua. Kalau mereka masih terus mau belajar tentang agamanya, sebagaimana anjuran ”min al-mahdi ilâ al-lahdi” (dari ayunan sampai liang kubur [hadits]), maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dari situ orang akan berproses terus. Mungkin sekarang ini, Anda berkobar-kobar, nanti bila pengetahuan sudah bertambah, kobarannya akan meningkat atau malah menurun. Jadi bergantung pada pemahaman terhadap agama itu sendiri. Ya, semacam sekolah itulah!

Menyinggung tentang sikap gemar menyalah-nyalahkan yang lain itu sebetulnya cerminan sikap puas dengan ilmu yang sudah dikantongi dan merupakan refleksi sebuah kebodohan yang komplit karena pada dasarnya mereka mengangap Islam itu sesuatu yang statis dan tidak besar. Orang yang biasa menyalahkan orang lain, mungkin memang orang yang kurang ilmunya. Gejala seperti ini bisa menimbulkan keresahan dalam beragama.
Dunia itu berkembang. Sesuatu yang dulunya tidak ada, sekarang menjadi ada. Awalnya, orang Islam itu cuma nabi, lantas berkembang. Sampai di Madinah, Islam berkembang terus. Tapi sejak masa Utsman, sudah ada kelompok-kelompok umat Islam. Masa Ali juga berkelompok-kelompok, dan seterusnya. Dengan berkembangnya agama Islam ke berbagai tempat muncul lagi persoalan. Ada adat istiadat, budaya dan lain sebagainya. Lalu timbul kelompok-kelompok lagi. Perlu diingat, jarak dari Rasulullah semakin jauh. Kemudian, orang memahami apa yang diwasiatkan Rasulullah dari hadis-hadis yang diterimanya. Kalau saya menerima hadits ini, saya menganggap saya benar. Tapi ada yang berpegang pada hadts lain: dia menganggap dirinya juga benar. Itu akhirnya berbeda dengan saya. Jadi, perbedaan-perbedaan itu yang membedakan antara saya dengan kelompok lain. Belum lagi ketika menafsirkan Alquran, pasti ditemukan pula perbedaan penafsiran. Umat beragama, terutama muslim, perlu terus belajar dan jangan lalu menyekat- nyekatkan diri. Artinya, yang harus ngerti agama itu jangan hanya orang pesantren atau yang bergerak di bidang keagamaan. Sehingga, kalau jadi polisi, ia sudah mengerti agama. Bila tidak, muncullah polisi yang mudah tergoda suap. Juga ada anggapan yang belum tentu benar, kalau jadi pengusaha, tak perlu Islamnya dalam-dalam. Tapi minimal, mereka perlu tahu prinsip utama Islam: bagaimana perilaku usaha dalam Islam. Begitu juga ketika menjadi penguasa; mereka harus tahu apa sih kekuasaan menurut Islam, dan apa sih gunanya kekuasaan itu untuk Islam?
Beliau menegaskan bahwa umat Islam itu harus tegas dalam pendirian tapi nukan berarrt keras. Tegas itu berbeda dengan keras. Kadang, kita tidak bisa membedakan antara tegas dengan keras. Tegas oke, tapi keras nanti dulu! Nabi Muhammad itu tegas sekali, tapi tidak ada yang mengatakan beliau itu keras, tapi lemah lembut. Artinya, kita berpegang pada kaidah atau memihak pada kebenaran. Kalau sesuatu itu betul, tidak bisa ditawar-tawar.

Penjelasan diatas adalah pendapat Kyai Mustofa Bisri, yang menurut saya sah-sah saja. Kenapa kita harus terpecah padahal sebenarnya kita adalah saudara. Islam! titik. Urusan pelaksanaan teknis di lapangan adalah urusan hamba dengan khalik-Nya sebagai seorang individu. Anggap saja kita sama-sama berjuang di jalan ALLAH tapi dengan cara yang berbeda. What d'yu think????


Peace on earth with Islam

1 comment:

Inayah said...

Tos dulu akh!
setuju bu!
gile deh, sekalinya posting, sampe tiga begini....!